ARTIKEL GILAMOLOGI

Assalamulaikum Wr.Wb… اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

BERAT/MASSA MATERI (ZAT/SEL) ALAM SEMESTA SELALU SAMA?

(Gilamologi Sebuah Kajian Alternatif Filsafat Bebas)

By: Filsuf Gila

Bismillahhirohmanirohim… بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya,”

(Al Hajr 22;8)

"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?"

(Al Anbiyaa 21;10)

“Ini lah (Qur’an) pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang sungguh-sungguh meyakininya."

(Al-Jathiya 45: 20)

“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”

(Injil 1 Tesalonika. 5:21)

“Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu laku-kan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun menguranginya.” (Ulangan 12:32)

ISLAM AJARAN TAUHID

ISLAM AJARAN TAUHID
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Al Ikhlas 112;1-4)

Rabu, 20 April 2011

Perdebatan Ada Dan Tiada - Pendekatan Eksperimen 11 (JILID 42 Hal 252-257)

Perdebatan Ada Dan Tiada (Pendekatan Eksperimen 11)
Persoalan perbedaan pendapat dalam memaknai kitab suci juga terjadi dalam internal umat Kristen sendiri. Hal itu tidaklah aneh jika pemikiran manusia saling diperdebatkan:
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu". (Al Imran 3;105-106)
Mari kita lanjutkan tentang Teori Stephen Hawkins dengan:
“Lalu apa yang terjadi (atau mungkin lebih tepatnya kita hitung) dalam singularitas itu? karena ruang-waktu sudah tidak berarti lagi maka tidak ada yang dapat kita lihat atau prediksikan, hukum-hukum fisika sudah tidak berlaku lagi dalam sebuah singularitas. Untungnya kita punya Stephen Hawking yang terus berusaha menjawab pertanyaan SINGULARITAS itu. Hawking berpendapat bahwa mungkin singularitas itu tidak ada, dia menilik pemecahan masalahnya pada fisika kuantum. Dia melihat pada fenomena elektron yang bermuatan negatif(-) yang terus berputar pada intinya yang terdiri dari proton bermuatan positif(+), dan netron bermuatan netral. Tentunya muatan negatif dan positif saling tarik-menarik, tetapi dia heran mengapa elektron tidak jatuh ke-pusatnya. Sampai sini Hawking meng-asumsikan bahwa awal jagat-raya sesuai dengan apa yang terjadi pada fenomena elektron tersebut. Jika elektron tidak jadi jatuh ke-pusatnya apa yang terjadi? mekanika kuantum menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan asas ketidakpastian Heissenberg yang mengatakan bahwa kita tidak bisa mengukur posisi, dan kecepatan suatu pertikel sekaligus. Artinya bahwa perhitungan untuk mengukur posisi dan kecepatan suatu partikel, yang dilakukan secara terpisah antara pemeriksa(dalam hal ini MANUSIA), dengan partikel yang ingin diperiksa tidak dapat dilakukan, karena pemeriksa selalu mempengaruhi obyek yang diperiksanya. Hal ini tentu saja mem-pengaruhi kecepatan dan posisi partikel tersebut.
Dalam mekanika kuantum dikatakan adanya probabilitas untuk semua jalur yang dilalui elektron tersebut dalam orbitnya. Artinya kita hanya dapat menghitung masing-masing probabilitas jalur elektron yang ada. Jika dalam kosmologi dikatakan adanya JUMLAHAN SEJARAH, mekanika kuantum menjelaskan bahwa alam semesta kita ini tidak hanya terdiri dari satu sejarah saja, melainkan banyak sejarah, dan dalam mekanika kuantum kita hanya dapat menghitung probabilitas sejarah-sejarah yang ada tersebut.
Sampai sini Hawking menyimpulkan bahwa jagat-raya kita ini memang tidak mempunyai awal maupun akhir. Yang ada hanyalah sejarah-sejarah yang dapat dihitung probabilitasnya. Hawking meng-analogikan dengan waktu yang digambarkan dengan sebuah garis lurus yang mempunyai ujung terpisah dengan salah satu ujung sebagai awal waktu, lalu ada anak panah waktu yang bergerak sepanjang garis dan ujung satunya sebagai akhir waktu. Jika anak panah waktu bergerak dari ujung satu ke-ujung lainnya, maka dalam mekanika kuantum ada anak panah lainnya yang bergerak TEGAK LURUS dengan anak panah waktu yang bergerak dalam garis lurus. Anak panah yang bergerak tegak lurus inilah yang disebut WAKTU IMAGINER. Seperti halnya geometri 3 dimensi maka dengan memperlakukan waktu imaginer seperti garis yang tegak lurus terhadap anak panah waktu, awal jagat-raya dapat diprediksikan dengan perhitungan secara metematis.”

Mari kita lihat bagaimana seorang Ilmuwan atau orang-orang Filsafat Materialistis dalam menjawab suatu KETIDAKNYATAAN. Mereka menggunakan kata-kata (lihat yg di-Bold) seperti “meng-asumsikan”, “asas ketidakpastian Heissenberg”, “probabilitas”, “kita hanya dapat menghitung masing-masing”, “meng-analogikan”, “dapat diprediksikan” dan sampai pada kesimpulannya pun sesuatu yang masih dilingkupi ketidakpastian (Ketidaknyataan) atau sekedar mendekati yaitu ” Yang ada hanyalah sejarah-sejarah yang dapat dihitung probabilitasnya”. Artinya Teori tentang Rahasia Alam semesta ini belum terjawab SECARA PASTI/MUTLAK oleh para Ahli-ahli Filsafat Materialistis sekaliber Stephen Hawkins. Mereka sebenarnya belum berani MEMASTIKAN DAN MENYATAKAN dari KETIDAKNYATAAN dalam KENYATAAN zat alam semesta, karena keterbatasannya sebagai manusia. Jadi selama ini kita yang mengagung-agungkan Ilmu Pengetahuan terjebak oleh hanya sekedar hasil Penelitian, yang mana kalau kita telusuri penelitiannya, penuh dengan variabel-variabel PENDEKATAN, PENGABAIAN, ASUMSI  dan lain sebagainya.
Mari kita lihat definisi dari ilmu pengetahuan itu sendiri (wikipedia):,
“Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.”

Artinya Ilmu Pengetahuan BUKAN KEBENARAN MUTLAK melainkan KEBENARAN RELATIF, yang nantinya akan mengandung kebenaran mutlak pada saat memiliki kesesuaian dengan Kitab suci (khususnya Alquran). Kitab Suci Alquran sebagai sumber segala sumber hukum dan ilmu pengetahuan, maka Kebenaran ilmu pengetahuan tersebut akan mutlak secara otomatis. Hal ini akan saya buktikan pada jilid-jilid yang berjudul Alquran dan ilmu pengetahuan pada artikel Gilamologi ini.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan.” (Al Imran 3;110-111)
Bagaimana kalau kita komparasi dengan ayat Al-quran (Al Anbiyaa', 21: 30) dimana sudah dikatakan lebih dari 1400 tahun sebelum diterbitkannya teori Stephen Hawkin tersebut yang sangat diagungkan kaum Filsafat Materialistis. Jika Stephen Hawkins membaca Al-Quran juga, tentunya hal ini tidak perlu satu keraguan lagi dari hasil penemuannya. Untungnya Stephen Hawkins bukanlah seorang Islam yang membaca Al-Quran, sehingga teorinya masih bisa diangap objektif untuk dikomparasikan dengan Al-Quran.
Mari kita lihat penegasan dari Teori Kalkulus (dari Wikipedia):
“Aplikasi kalkulus diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan,  kemiringan suatu kurva, dan optimalisasi. Aplikasi dari kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa, kerja, dan tekanan. Aplikasi lebih jauh meliputi deret pangkat dan deret Fourier.
Kalkulus juga digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci mengenai ruang, waktu, dan gerak. Selama berabad-abad, para matematikawan dan filsuf berusaha memecahkan paradoks yang meliputi pembagian bilangan dengan nol ataupun jumlah dari deret takterhingga. Seorang filsuf Yunani kuno memberikan beberapa contoh terkenal seperti paradoks Zeno. Kalkulus memberikan solusi, terutama di bidang limit dan deret takterhingga, yang kemudian berhasil memecahkan paradoks tersebut.
Kalkulus pada umumnya dikembangkan dengan memanipulasi sejumlah kuantitas yang sangat kecil. Objek ini, yang dapat diperlakukan sebagai angka, adalah sangat kecil. Sebuah bilangan dx yang kecilnya tak terhingga dapat lebih besar daripada 0, namun lebih kecil daripada bilangan apapun pada deret 1, ½, ⅓, ... dan bilangan real positif apapun.”

Lalu bagaimana dengan ini, yang saya dapatkan juga dari Wikipedia :
Teorema monyet takhingga (Bahasa Inggris: Infinite monkey theorem) menyatakan bahwa seekor monyet yang secara acak menekan tombol-tombol pada sebuah mesin tik untuk lama waktu tak hingga akan hampir pasti dapat mengetik sebuah teks yang diberikan, misalnya karya William Shakespeare.
Dalam konteks ini, "hampir pasti" merupakan istilah matematika dengan sebuah pengertian yang persis, dan "monyet" bukan benar-benar seekor monyet, melainkan hanyalah sebuah metafora untuk sebuah peralatan yang menghasilkan barisan acak huruf-huruf sampai takhingga (ad infinitum). Teorema ini mengilustrasikan bahaya dari pemikiran atau pertimbangan mengenai takhingga dengan membayangkannya sebagai bilangan yang sangat besar namun terhingga, ataupun sebaliknya. Probabilitas seekor monyet mengetik seuntai teks tertentu, katakanlah Hamlet, sangatlah kecil. Apabila sebuah eksperimen dilakukan, kemungkinan ia benar-benar terjadi dalam jangka waktu seumur alam semesta sangatlah kecil, namun bukanlah nol.”

Dari contoh dan jawaban diatas saya hendak membuat hipotesis awal bahwa “Didalam kenyataan ada ketidaknyataan” dan “ didalam ketidaknyataan ada Kenyataan”. KENYATAAN itu sendiri timbul dari KETIDAKNYATAAN yang DISEPAKATI manusia. KEPASTIAN itu timbul dari KETIDAKPASTIAN yang DISEPAKATI manusia. KETIDAKNYATAAN/KETIDAKPASTIAN itu sendiri juga bisa timbul dari KENYATAAN/KEPASTIAN. Artinya pula bahwa Kenyataan, Ketidaknyataan, kepastian dan kepastian tidak terjadi secara kebetulan. Selalu ada pihak ketiga yang terlibat untuk hal tersebut.
Hal inilah yang sebenarnya menjadi Hakekat Filsafat Manusia dalam melihat Ilmu Pengetahuan. Bukan malah Men-Tuhankan Ilmu Pengetahuan yang merupakan hasil asumsi dan kesepakatan Manusia, artinya bila benarpun sebuah ilmu pengetahuan sebenarnya hanya mengandung kebenaran realtif. Ini terbukti dari teori-teori yang sebelumnya, pada masanya kemudian dipatahkan oleh penemuan teori berikutnya. Inilah yang dimaksud dengan Kebenaran Relatif. Hari ini dapat dikatakan “benar”, besok lusa dapat menjadi “benar atau salah”. Kebenaran Relatif akan tergantung pada kondisi, situasi dan perubahanperkembangan jaman. Sedangkan Kebenaran Mutlak harus dapat tidak mengandung kebenaran Relatif dan semakin ilmu pengetahuan berkembang justru akan semakin membenarkan Kebenaran Mutlak tersebut.
Allah menantang kaum pemikir manusia yang tidak percaya keberadaan-Nya dengan perumpamaan sederhana dalam Ayat Al-Quran :
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (Al Hajj 22;73)
Arti ayat diatas menjelaskan kepada manusia, bahwa Allah menantang kepada manusia yang merasa dirinya lebih besar dari segalanya untuk menciptakan seekor lalat saja. Atau membuat suatu alat dengan ilmu pengetahuannya, dimana alat tersebut dapat merebut apa yang sudah diambil oleh lalat dari manusia (misalnya makanan manusia). Dan terbukti sampai saat ini “belum ada satupun” manusia yang dapat menciptakan mahluk hidup secara utuh.
Dan secara tegas Allah menyatakan Keberadaan-Nya dalam AlQuran :
“Katakanlah: "Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu". Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” (Yunus 10;16)
Kaum Metrialistis berusaha merumuskan segala sesuatu dengan apa yang dilihat oleh Indra. Padahal pengamatannya sendiri bukan sekedar hubungan antara indra dengan objek yang diamatinya, seperti yang dijelaskan oleh George Berkeley (1685-1753) seorang filsuf Irlandia :
“Inti pandangan filsafat Berkeley adalah tentang pengenalan. Menurut Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subyek yang mengamati dan obyek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan antara pengamatan indra yang satu dengan dengan pengamatan indra yang lain. Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena ada hubungan antara indra pelihat dan indra peraba. Indra penglihatan hanya mampu menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indra peraba. Kedua indra tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indra lain dan juga pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin terhadap sesuatu yang kongkret.”

Kepada para Materialistis, silahkan menunjukan ilmu pengetahuan mana yang dapat memberikan Kebenaran Mutlak? Matematik sebagai landasan dasar ilmu perhitungan Kuantitatif Materialistis manusiapun sebenarnya adalah ketidaknyataan yang seolah-olah nyata. Apakah Kebenaran Relatif hendak anda Tuhan-kan? Seperti dalam definisi dan penjelasan tentang matematika sendiri (wikipedia) :
“Matematika  (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para  matematikawan  mencari berbagai pola, merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi  yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.
Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika seperti bilangan dan titik hadir secara alami, atau hanyalah buatan manusia. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting". Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."

Jadi apakah Kaum Materialistis akan mempertahankan Kebenaran Relatif yang terkungkung/Takluk oleh Ruang dan Waktu?
AlQuran menjawabnya dalam ayat :
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (An Nur 24;46)
“Inikah Tanda-tanda Kebesaran (Keberadaan) Allah?”
Semoga Hidayah Kebenaran Islam dari Allah SWT selalu bersama Anda.
Dan jika ada kesalahan tulisan..itu kesalahan saya sebagai Manusia Biasa.
“Katakanlah: "Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudharatan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat". (Saba 34;50)
May Allah Bless Us/You (MABU)!!!

Bersambung Ke...JILID 43 Hal 257-261

Tidak ada komentar:

Posting Komentar