ARTIKEL GILAMOLOGI

Assalamulaikum Wr.Wb… اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

BERAT/MASSA MATERI (ZAT/SEL) ALAM SEMESTA SELALU SAMA?

(Gilamologi Sebuah Kajian Alternatif Filsafat Bebas)

By: Filsuf Gila

Bismillahhirohmanirohim… بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya,”

(Al Hajr 22;8)

"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?"

(Al Anbiyaa 21;10)

“Ini lah (Qur’an) pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang sungguh-sungguh meyakininya."

(Al-Jathiya 45: 20)

“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”

(Injil 1 Tesalonika. 5:21)

“Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu laku-kan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun menguranginya.” (Ulangan 12:32)

ISLAM AJARAN TAUHID

ISLAM AJARAN TAUHID
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Al Ikhlas 112;1-4)

Kamis, 03 Maret 2011

Kajian Landasan Berpikir 2 (JILID 10 Hal: 63-70)

Kajian Landasan Berpikir (2)
Lanjutan Kajian Landasan berpikir, yaitu :
3.      Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan. Dalam wikipedia dijelaskan secara jelas mengenai teori:
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta . Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial. Perlu diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang peneliti kadang-kadang bias dalam membedakan teori dan ideologi. Terdapat kesamaan diantara kedunya, tetapi jelas mereka berbeda. Teori dapat merupakan bagian dari ideologi, tetapi ideologi bukan teori. Contohnya adalah Aleniasi manusia adalah sebuah teori yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi.
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan. Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terobservasi. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum pernah teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.

Teori juga bisa disebut sebagai Hipotesis yang telah teruji kebenarannya. Teori sendiri harus mengandung definisi ilmiah. Definisi adalah suatu pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal, dan biasanya lebih kompleks dari arti, makna, atau pengertian suatu hal. Ada berbagai jenis definisi, salah satunya yang umum adalah definisi perkataan dalam kamus (lexical definition).
Definisi terdiri dari:
-         Definisi nominalis
-         Definisi realis
-         Definisi praktis
Teori sendiri masih mengandung 25% dugaan dan 75% Kebenaran. Atau jika dikaitkan dengan tingkat keyakinan akan kebenaran, Teori ini tingkatannya mendekati  sebesar 75% (Yakin). Oleh sebab itu teori masih dapat dikategorikan sebagai kebenaran Relatif. Menurut Karl Popper, “Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir. Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori lain yang lebih tepat”.
Misalnya Teori relativitas Einstein. Einstein sendiri belum berani menyatakan rumusan relativitasnya sebagai hukum alam yang mengandung kebenaran mutlak. Oleh sebab itu dia selalu menggunakan kata “teori” bukan “hukum”. Tetapi relativitas Einstein Juga bukanlah sebuah hipotesis, karena sudah melalui uji metodologi matematis dan hasil pengamatannya, sehingga relativitas einstein tidak lagi dapat dikatakan sebagai hipotesis.
Jika Teori ini sudah melalui waktu dan uji ilmiah dari berbagai macam variabel ilmiah (usaha penyangkalan) dan sulit lagi digugurkan teorinya, maka teori ini dapat disebut sebagai hukum ilmiah (Hukum Alam).
Tingkat subjektifitas kebenaran teori adalah 25% atau 75% tingkat objetifitas dari pelakunya. Atau jika dikaitkan dengan tingkat keyakinan akan kebenaran, Teori ini mendekati keyakinan kebenaran sebesar 75% (Yakin). Oleh sebab itu tulisan yang sudah berisikan teori-teori ilmiah biasanya disebut sebagai artikel ilmiah, Buku ilmiah dan lain sebagainya.
Menurut saya, Hadist Nabi Muhammad masih dalam tingkatan atau wilayah Teori. Karena Hadist Nabi merupakan sudut pandang dan cerita orang ketiga/manusia lain terhadap Nabi. Banyak kemungkinan penyesatan yang dapat dilakukan oleh manusia (Oknum) untuk membuat seolah-olah Hadist tersebut benar. Oleh sebab itu Hadist bagi umat Islam bukanlah Kitab Suci (Hukum Kebenaran Mutlak). Hadist hanya merupakan teori penjelasan dari hukum-hukum Alquran dari pedoman atau contoh perbuatan Nabi, jika Alquran tidak menguraikannya secara jelas.
“Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan". (Al Ahqaf 46;9)
Oleh sebab itu Hadist disahkan kesahihannya melalui beberapa tahap dan metode yang sangat ketat. Nanti akan saya jelaskan pada sub topik Hadist secara terpisah. Sedangkan Alquran sudah jelas merupakan Kitab Suci agama Islam yang didalamnya mengandung Hukum alam (Kebenaran Mutlak) dan hukum-hukum etika dan moral bagi pedoman hidup kaum Muslim.
4.      Hukum
Hukum (Hukum fisika/ilmiah)  ialah generalisasi ilmiah berdasarkan pada observasi  empiris. Hukum sains/ilmiah biasanya adalah suatu pernyataan di dalam dunia ilmu pengetahuan yang biasanya berupa hipotesis yang sebelumnya telah didukung oleh percobaan-percobaan dan menyangkut teori-teori sebelumnya yang dapat mendukung teori dan hukum tersebut.
Dalam sejarahnya, hukum sains dapat diilhami berdasarkan suatu percobaan secara ilmiah, ada juga hukum tersebut dibuat atas dasar pemikiran yang kritis, informasi (ide) dari sesuatu atau dengan sesuatu keadaan coba-coba bahkan atas sesuatu ketidak-sengajaan.
Hukum alam ialah kesimpulan yang diambil dari, teori atau hipotesis yang ditegaskan oleh eksperimen ilmiah. Penciptaan deskripsi ringkas alam dalam bentuk sejumlah hukum ialah tujuan fundamental sains. Sesungguhnya, hukum fisika dapat berlaku karena kehendak Tuhan. Artinya yang dimaksudkan dengan hukum alamiah adalah Kebenaran Mutlak. Darimana sumber hukum alamiah tersebut adalah berasal dari Tuhan (informasi dari sesuatu/Kitab Suci). Dan bila berasal dari Tuhan hal ini harusnya ada dalam Kitab Suci yang berisikan Firman Tuhan yang diturunkan pada manusia. Oleh sebab ini banyak manusia yang melampaui batas menyamakan hukum-hukum alamiah yang ditemukan oleh manusia sebagai kebenaran mutlak layaknya seperti Tuhan yang menciptakan alam semesta. Manusia menjadikan ilmu pengetahuan seolah-olah menjadi Kitab Suci bagi agama mereka, contohnya agama Sainstis dan non agama (Atheis).
“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.” (Muhammad 47;25)
Nah, dari hal ini saja dapatlah kita pertanyakan Apakah penemuan ilmu pengetahuan (hukum Alam) manusia ini sudah ada pada Kitab Suci sebelumnya? Sebuah Kitab Suci dan alam semesta itu sendiri haruslah menjadi “sumber ide” dari ilmu pengetahuan. Karena menurut Plato,  ide manusia tidak dapat lahir begitu saja (kebetulan).
Contoh hukum ilmiah (wikipedia):

-          Hukum Archimedes (+250 sebelum Masehi)

      "Jika suatu benda dicelupkan ke dalam sesuatu zat cair, maka benda itu akan mendapat tekanan keatas yang sama besarnya dengan beratnya zat cair yang terdesak oleh benda tersebut.”
-         Hukum Newton (1687)
      "Dua benda saling menarik dengan suatu gaya yang sebanding-laras dengan massa-massa dari kedua benda tersebut dan sebanding-balik dengan kuadrat dari jarak antara kedua benda itu.
-         Hukum Dalton (1802)
      "Tekanan dari suatu campuran yang terdiri atas beberapa macam gas (yang tidak bereaksi kimiawi yang satu dengan yang lain) adalah sama dengan jumlah dari tekanan-tekanan dari setiap gas tersebut, jelasnya tekanan dari setiap gas tersebut, jika ia masing-masing ada sendirian dalam ruang campuran tadi".

Contoh Hukum Alam lainnya :Hukum Matahari, terbit dari ufuk Timur dan tenggelam di ufuk barat. Hukum Gravitasi, semua benda yang ada di bumi jatuh kebawah. Bumi beredar pada porosnya. Bumi beredar mengitari matahari dimana matahari sebagai pusat Tata Surya.
“(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.” (At Talaq 65;11)
Beberapa sifat umum hukum fisika telah dikenali (lihat Davies (1992) dan Feynman (1965) sebagaimana yang diamati, walau masing-masing karakterisasi tak perlu asli dari mereka). Hukum fisika itu (wikipedia):
§         benar. Dengan definisi, takkan pernah ada pengamatan kontradiktif yang berulang.
§         universal. Mereka muncul untuk penerapan di manapun di alam. (Davies)
§         sederhana. Mereka khas ditunjukkan dalam istilah persamaan matematika sederhana. (Davies)
§         mutlak (Davies)
§         kekal. Tak berubah sejak pertama kali ditemukan (meski barangkali telah diperlihatkan untuk menjadi perkiraan dari hukum yang lebih akurat—lihat "hukum sebagai perkiraan" berikut), muncul dan tak berubah sejak awal semesta. (Davies)
§         secara umum konservatif dari kuantitas. (Feynman)
§         sering dicontohkan simetri. (Feynman)
§         khas secara teoretis berbalik dalam waktu (jika non-kuantum), walau waktu sendiri tak dapat berulang. (Feynman)
Sering, yang mengerti matematika dan konsepnya dengan baik cukup mengerti esensi hukum fisika juga merasa bahwa memiliki kecemerlangan intelektual yang menjadi sifatnya. Banyak ilmuwan menetapkan bahwa mereka menggunakan persepsinya dari kecemerlangan itu sebagai petunjuk mengembangkan hipotesis, sejak memandang menghubungkan antara kecemerlangan dan kebenaran.
Hukum fisika berbeda dari teori ilmiah dengan kesederhanaannya. Teori ilmiah memiliki banyak persamaan sifat sebagai hukum, namun umumnya lebih kompleks daripada hukum; mempunyai banyak komponen bagian, dan lebih mungkin berubah sebagai kumpulan data percobaan yang tersedia dan pengembangan analisis.
Hukum Fisika/alamiah yang diteliti dan dibuat manusia sudah “mendekati 100%” Kebenaran Mutlak. Atau jika dikaitkan dengan tingkat keyakinan akan kebenaran, Hukum ini mendekati tingkat 100% (Sangat Yakin). Bagi umat beragama tinggal mengklarifikasi terhadap Kebenaran mutlak itu sendiri pada Kitab Sucinya. Kebenaran Mutlak itu sendiri 100% ada dalam logika Ketuhanan atau penciptanya. Tingkat subjektifitas dari hukum alam adalah mendekati 0% atau hampir 100% objektif dari pelakunya. Sedangkan 100% Kebenaran Mutlak haruslah berada pada Firman/Wahyu dari pencipta alam semesta itu sendiri yaitu Tuhan. Firman atau Wahyu Tuhan tersebut haruslah berada dalam sebuah KITAB SUCI sebagai BUKTI EMPIRIS.
K.R Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip FALSIFABILITAS, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya sebuah hipotesa, hukum, ataukah teori kebenarannya bersifat sementara, sejauh belum ada ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Misalnya, jika ada pernyataan bahwa semua angsa berbulu putih melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor angsa yang bukan berbulu putih (entah hitam, kuning, hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah pernyataan tersebut. Namun apabila suatu hipotesa dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesa tersebut semakin diperkokoh.
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat (Ad Dahr 76;1-2)
Dari ayat diatas jelas sekali Alquran menunjukan bahwa manusia belum tahu tentang ilmu pengetahuan (belum terdefinisi oleh manusia) pada masa itu. Dan Alquran menginformasikan ilmu pengetahuan kepada manusia, dimana suatu waktu (masa) seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan manusia, maka apa (ilmu pengetahuan) yang ada dalam Alquran dapat dibuktikan sendiri oleh manusia. Ayat diatas juga dapat menjelaskan bahwa manusia berasal dari ketiadaan.
Ada beberapa syarat “TANPA PENGECUALIAN” yang harus dipenuhi pada saat menguji Kitab Suci dengan Prinsip Falsifabilitas :
1.      Pada saat membandingkan 2 ayat dengan topik yang sama pada satu Kitab Suci, maka harus mengandung prinsip “SEMUA BENAR”. Tidak boleh mengandung “SALAH SATU BENAR” atau “SEMUA SALAH” yang mengakibatkan Gugurnya hukum Tuhan (Kebenaran Mutlak). Artinya tidak dimungkinkan kembali upaya PENYANGKALAN.
2.      Pada saat membandingkan antara 2 ayat yang sama topiknya tetapi ada perbedaan dalam satu./beberapa poinnya, pada Kitab Suci yang berbeda, maka harus ada pembanding lainnya yaitu minimal  “BUKTI HISTORIS” dan “BUKTI ILMIAH” manusia. Minimal harus dicari dalam kategori hukum, jika tidak/belum ada hukumnya maka dapat diturunkan tingkatannya pada skala teori. Jika hal itu tidak/belum ada, maka topik dikesampingkan dahulu.
Jika ayat dalam satu Kitab Suci berkontradiksi dengan ilmu pengetahuan (bukti ilmiah dan bukti historis), maka kondisi ini masih dapat dikatakatan sebagai “DIDUGA SALAH SATU SALAH” (salah satu Kitab Suci salah atau pada ilmu pengetahuannya). Pembuktian selanjutnya adalah menunggu hukum berikutnya yang sudah teruji (waktu).
3.      Jika ayat dalam satu Kitab Suci (hukum Tuhan) dibandingkan dengan penemuan ilmiah (hukum atau minimal teori manusia), maka syarat poin 2 akan berlaku.
Prinsip Falsifabilitas ini sendiri sudah tercantum dalam Kitab Suci Alquran yang menjelaskan bahwa:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”(An Nisaa 4;82)
“Inikah Tanda-tanda Kebesaran (Keberadaan) Allah?”
Semoga Hidayah Kebenaran Islam dari Allah SWT selalu bersama Anda.
Dan jika ada kesalahan tulisan..itu kesalahan saya sebagai Manusia Biasa.
“Katakanlah: "Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudharatan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat". (Saba 34;50)
May Allah Bless Us/You (MABU)!!!

Bersambung Ke-...JILID 11 Hal: 70-78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar