ARTIKEL GILAMOLOGI

Assalamulaikum Wr.Wb… اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

BERAT/MASSA MATERI (ZAT/SEL) ALAM SEMESTA SELALU SAMA?

(Gilamologi Sebuah Kajian Alternatif Filsafat Bebas)

By: Filsuf Gila

Bismillahhirohmanirohim… بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya,”

(Al Hajr 22;8)

"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?"

(Al Anbiyaa 21;10)

“Ini lah (Qur’an) pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang sungguh-sungguh meyakininya."

(Al-Jathiya 45: 20)

“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”

(Injil 1 Tesalonika. 5:21)

“Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu laku-kan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun menguranginya.” (Ulangan 12:32)

ISLAM AJARAN TAUHID

ISLAM AJARAN TAUHID
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Al Ikhlas 112;1-4)

Selasa, 01 Maret 2011

Kajian Landasan Berpikir 1 (JILID 9 Hal: 56-63)


Kajian Landasan Berpikir (1)

Jadi jika kita urut Metode penulisan dari Artikel-artikel Gilamologi ini adalah berisi Pendahuluan yang didalamnya tentang Latar belakang, dasar-dasar pemikiran, identifikasi masalah yang utama, dan metode Penulisan. Kemudian dijelaskan beberapa Kajian landasan berpikir, Teori-teori dan hukum pendukung. Kemudian  Analisis Hipotesis perhipotesis,  Fenomena-fenomena pendukung, serta terakhir adalah kesimpulan dan Saran. Jadi sangatlan baik jika kita membaca Artikel Gilamologi ini secara runtut, maka akan memahami dengan baik. Contohnya, jika anda tidak membaca jilid ini, maka pada saat anda akan membantah atau menyanggah tulisan dari Gilamologi lainya, maka saya akan terlebih dahulu menanyakan pada anda, apakah sanggahan anda ini adalah sebuah Praduga, hipotesis, teori atau hukum? Jika jawabannya hanya praduga atau hipotesis, untuk apa saya tanggapi? Apalagi jawaban atau tanggapan yang mengalami Kesesatan logika (misalnya Kesesatan metaforis dsb).
Dalam mengkaji ilmu pengetahuan, kita harus menggunakan landasan dasar untuk berpikir dan hasil dari sebuah metodologi. Landasan dasar untuk berpikir atau menjelaskan suatu permasalahan itu sendiri terbagi menjadi beberapa kriteria yaitu Praduga, Dugaan (Hipotesis), Teori dan Hukum.:
1.      Praduga/Prasangka
Adalah sebuah proses pemikiran awal manusia terhadap sesuatu hal. Praduga atau prasangka adalah suatu proses yang dilakukan sebelum dilakukannya Hipotesis (dugaan kebenaran) terhadap suatu permasalahan ilmiah. Praduga tidak selalu menjadi hipotesis, tetapi hipotesis adalah berasal dari praduga. Perbedaan Praduga dan Dugaan (Hipotesis) adalah pada penggunaan landasan teorinya. Landasan teori dari praduga biasanya hanya menggunakan satu atau dua variabel ditambah dengan penalaran subjektif dari si pelaku. Sedangkan Hipotesis sudah menggunakan rangkaian beberapa teori yang saling terkait, tetapi belum diuji kebenaran ilmiahnya. Cara menguji fenomena kebenaran dari praduga, hipotesis, teori sampai menjadi sebuah hukum inilah yang disebut juga metode berpikir induktif.
Praduga atau prasangka ini biasanya dimulai dari pertanyaan mendasar tentang keingintahuan manusia tentang suatu kejadian/peristiwa atau gejala/fenomena alam. Keingintahuan mendasar manusia inilah yang seringkali disebut sebagai ilmu filsafat.
Pada saat membuat praduga/prasangka ini pula, manusia haruslah tidak sembarangan membuat prasangka/praduga tersebut. Manusia pada awalnya juga harus sudah melakukan dengan penalaran yang baik. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas  berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
§         Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
§         Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
§         Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis(antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Hasil dari penalaran inilah yang disebut dengan logika. Logika  (wikipedia) berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran (penalaran) yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika sendiri terbagi menjadi dua:

-         Logika alamiah

      Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.
-         Logika ilmiah
      Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
Fungsi atau kegunaan logika itu sendiri adalah :
-         Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
-         Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
-         Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
-         Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
-         Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan.
-         Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
-         Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
-         Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Hal-hal yang diluar syarat logis dan rasional tanpa mengindahkan pola penalaran yang baik, tidak didasari dengan proposisi/ premis yang tepat akan menghasilkan konklusi yang tidak tepat pula. Ketidaktepatan penalaran inilah yang disebut dengan Kesesatan logika. Kesesatan Logika akan dijelaskan kemudian.
Keimanan sendiri tidak dapat dipisahkan dari Logika. Logika akan membantu manusia untuk menambah keimanannya. Tanpa logika, maka keimanan seseorang akan goyah dengan sendirinya. Keimanan tanpa logika adalah keimanan dogmatis. Logika tanpa keimanan, maka akan melampaui batas. Secara garis besar bahwa apa yang dimiliki oleh seseorang atau informasi yang didapatkan dari ilmu pengetahuan akan mempengaruhi perilakunya, seperti dalam wikipedia:
“Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Menurut Notoatmodjo (2008) bahwa semakin banyak informasi dapat mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Jika informasi biasa saja dapat mempengaruhi perilaku dan metode berpikir seseorang, apalagi informasi yang berasal dari hasil penalaran (logika). Bagaimana mungkin mengikuti sesuatu keyakinan yang secara logis salah? Bagaimana mungkin Keyakinan yang berasal dari Tuhan yang memiliki sifat Ke-Maha-an mengandung kesalahan? Mana mungkin manusia bisa lebih hebat dari Tuhan? Ini salah satu hal yang logis.
Logika memang bukan satu-satunya cara untuk seseorang menemukan Keimanan tertingginya. Pengalaman spiritual dan kenyataan hidup juga dapat menjadi salah satu faktor memperkuat keimanan seseorang. Tetapi logika adalah unsur terpenting dalam menentukan keyakinan seseorang terhadap keimanan. Karena kesempurnaan manusia adalah pada akal budinya. Karena dengan penalaran yang rasional dan logislah manusia akan mengambil pilihan dalam kehidupannya.
Praduga/prasangka ini mengandung dugaan kebenaran/ kesalahan 25% dan artinya persentasi praduga terhadap kebenaran atau kesalahannya tersebut 75%. Praduga atau prasangka tidak dapat digunakan sebagai landasan berpikir untuk membuktikan sebuah hukum atau teori lainya yang sudah terdefinisi dengan baik. Tetapi praduga atau prasangka ini adalah awal mula sebuah proses penelitian ilmiah. Praduga dan prasangka inilah yang akan dibuktikan oleh teori-teori yang sudah teruji secara ilmiah dan saling terkait untuk menjadi sebuah teori baru. Berbagai macam bentuk opini, persepsi, perspektif, doktrin, dogma, paradigma, tafsir bebas (tidak berkaidah ilmiah) dan pradugaan lainya merupakan bagian dari  tingkatan atau proses praduga  ini jika belum ditetapkan sebagai hipotesis untuk diuji secara ilmiah (metodologi ilmiah).
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Yunus 10:36)
Praduga atau prasangka ini mengandung 100% tingkat subjektifitas dari pelakunya atau tingkat objektifitasnya mendekati 0%. Jika dikaitkan dengan tingkat keyakinan akan kebenaran, praduga ini hanya mendekati tingkat 25% (Tidak/Belum Yakin). Oleh sebab itu tulisan yang menyangkut tingkatan praduga/prasangka biasanya berbentuk esay, opini, tajuk, artikel biasa, dongeng, novel dan sebagainya.
2.      Hipotesis (Dugaan/Sangkaan).
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga yang menjadi dugaan karena masih harus dibuktikan kebenarannya untuk menjadi teori. Artinya hipotesis adalah praduga yang sudah ditetapkan sebagai dugaan untuk dikaji secara ilmiah. Hipotesis biasanya sudah didukung oleh beberapa variabel teori pendukungnya. Walaupun Hipotesis masih mengandung dugaan, hipotesis mengandung dugaan kebenaran/kesalahan 50% dan terhadap kebenaran atau kesalahannya tersebut 50%. Berbagai macam bentuk opini, persepsi, perpektif, paradigma dan dugaan lainya yang didukung oleh teori-teori yang lebih banyak daripada praduga dan saling terkait adalah merupakan bagian dari hipotesis jika belum diuji kebenaranya (hipotesis Ilmiah).
Dan mereka berkata: "Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)". Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka. (Az Zukhruf 43;20)
Coba anda perhatikan ayat diatas dengan ayat Az Zukhruf 43;20 diatas dengan ayat sebelumnya yaitu Yunus 10;36, Alquran secara tegas membedakan antara Prasangka dan Dugaan.
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut  teori.
Salah satu cara untuk melakukan uji terhadap hipotesis itu adalah pembuktian. Pembuktian dapat mengacu kepada hal-hal di bawah ini Pembuktian harus disertai dengan arguentasi yang meyakinkan. Argumen yang meyakinkan, termasuk:
-         Pembuktian matematika
-         Teori pembuktian
-         Argumen logis
-         Bukti
Hipotesis mengandung 50% Subjektifitas atau 50% objektifitas kebenaran dari pelakunya. Atau jika dikaitkan dengan tingkat keyakinan akan kebenaran, Hipotesis ini sebesar 50% (Cukup Yakin). Biasanya tulisan yang mengandung Hipotesis sudah dapat diketagorikan sebagai tulisan Fiksi ilmiah, sastra semi ilmiah, artikel semi ilmiah dan tulisan semi ilmiah lainnya.
“Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya).” (As Saffat 37;37)
“Inikah Tanda-tanda Kebesaran (Keberadaan) Allah?”
Semoga Hidayah Kebenaran Islam dari Allah SWT selalu bersama Anda.
Dan jika ada kesalahan tulisan..itu kesalahan saya sebagai Manusia Biasa.
“Katakanlah: "Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudharatan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat". (Saba 34;50)
May Allah Bless Us/You (MABU)!!!

Bersambung Ke...JILID 10 Hal: 63-70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar