ARTIKEL GILAMOLOGI

Assalamulaikum Wr.Wb… اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

BERAT/MASSA MATERI (ZAT/SEL) ALAM SEMESTA SELALU SAMA?

(Gilamologi Sebuah Kajian Alternatif Filsafat Bebas)

By: Filsuf Gila

Bismillahhirohmanirohim… بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya,”

(Al Hajr 22;8)

"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?"

(Al Anbiyaa 21;10)

“Ini lah (Qur’an) pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang sungguh-sungguh meyakininya."

(Al-Jathiya 45: 20)

“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”

(Injil 1 Tesalonika. 5:21)

“Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu laku-kan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun menguranginya.” (Ulangan 12:32)

ISLAM AJARAN TAUHID

ISLAM AJARAN TAUHID
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Al Ikhlas 112;1-4)

Rabu, 23 Maret 2011

Konsep Keimanan Islam 1 (JILID 23 Hal 154-160)


Konsep Keimanan Islam (1)
  
Keimanan Islam sering disamakan dengan bentuk Keimanan agama lain, misalnya Agama Kristen. Keimanan sering disalahpahami dengan sekedar kata 'percaya'. Iman menurut definisi KBBI adalah 1 kepercayaan (yg berkenaan dng agama); keyakinan dan kepercayaan kpd Allah, nabi, kitab, dsb: -- tidak akan bertentangan dng ilmu; 2 ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin. Keimanan tidak akan bertentangan dengan ilmu. Keimanan dalam Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam sehingga timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam semesta ini, dari pengetahuan tersebut kemudian akal budi manusia akan berusaha memahami esensi dari pengetahuan yang didapatkannya. Keimanan dalam ajaran Islam tidak sama dengan doktrin, dogma atau persangkaan tapi harus melalui ilmu dan pemahaman.
Allah SWT sudah memberitahukan kepada umat Islam :
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (As Syura 42;52)
Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji (Hablumminallah/hubungan manusia dengan Allah), demikian juga dengan sesama manusia akan sangat menyukai orang yang berakhlak baik (Hablumminannas/hubungan manusia dengan manusia). Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai akhlak mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dll. Bagaimanakah kita dapat menjalankan implementasi akhlak yang baik itu, tentu saja manusia memerlukan sebuah panduan hidup yang lengkap. Sebuah panduan dari Sang Penciptanya (Allah SWT) yaitu AlQuran. Yang tertuang dalam Surah pembuka AlQuran (Al Fatiha):
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”(Al Fatiha 1; 1-7)
Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul, maka ia menjawab bahwa akhlak Rosul adalah Al-quran. Artinya Rosul merupakan manusia yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera di dalam Al-quran
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Yunus 10:36)
Adapun sikap 'percaya' didapatkan setelah memahami apa yang disampaikan oleh mu'min mubaligh serta visi konsep kehidupan yang dibawakan. Percaya Al-Qur'an dalam konteks sesuatu yang ghaib, atau yang belum terealisasi, ini artinya sifat orang yang beriman dalam tingkat paling rendah adalah mempercayai perjuangan para pembawa risalah dalam merealisasikan kondisi ideal bagi umat manusia yang dalam Qur'an disebut dengan 'surga' akibat amal pahala, serta meninggalkan kondisi buruk yang diamsalkan dengan 'neraka' akibat dosa. Dalam tingkat selanjutnya orang yang beriman ikut serta dalam misi penegakkan Din Islam. Adapun sebutan orang yang beriman adalah Mu'min.
Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:
-         Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan Kebenaran yang disampaikan)
-         Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran)
-         Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh Rasul)
Tingkatan Keyakinan akan Kebenaran (Yaqin) adalah:
-         Ilmul Yaqin (berdasarkan ilmu)
-         'Ainul Yaqin (berdasarkan ilmu dan bukti-bukti akan Kebenaran)
-         Haqqul Yaqin (berdasarkan ilmu, bukti dan pengalaman akan Kebenaran)
“dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (Al Araf 7;42)
Jika kita melihat Keimanan Islam diatas dengan pendekatan proses belajar manusia, maka sistematika proses berpikir keimanan Islam akan mejadi :
Dari TIDAK TAHU menjadi TAHU menjadi MENGERTI menjadi PERCAYA menjadi MEMAHAMI menjadi MEYAKINI menjadi MENG-IMAN-I.  Jadi Proses dari Tidak tahu sampai menjadi Iman, dijelaskan dalam agama Islam sebagai sebuah “Proses Keimanan”. Memiliki Integritas dan konsistensi terhadap proses pembelajaran proses Keimanan Islam itu sendiri dinamakan sebagai konsep “Ketaqwaan”. Arti kata taqwa itu sendiri adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Muslim Yang tidak mengenal menyerah terhadap ketaqwaannya dan menyempurnakan ibadahnya dalam proses keimanan inilah yang dinamakan sebagai “MUKMIN” (Orang beriman). Sedangkan tujuan akhir dari proses keimanan ini adalah menjadi manusia Muslim sejati (Iman Islam tertinggi) atau kita katakan sebagai “IHSAN”. Dalam wikipedia dijelaskan konsep Ihsan :
“Ihsan (bahasa Arab: احسان) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti "kesempurnaan" atau "terbaik." Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Berdasarkan hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra.: Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah SAW muncul di antara kaum muslimin. Lalu datang seseorang dan berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Iman itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Yaitu engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, para utusan-Nya, dan beriman kepada Hari Kebangkitan akhir".
Orang itu bertanya lagi: "Wahai Rasulullah, apakah Islam itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Islam, yaitu engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, mendirikan shalat fardhu, memberikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadhan".
Orang itu kembali bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu".

Proses dari Tidak tahu menjadi Tahu perintah, larangan, pahala dan ancaman dalam Islam adalah Syariat. Tahu akan hal tersebut (Syariat) dalam Islam. Bagaimana dari Tahu menjadi mengerti karena sudah melakukan cara-cara perintah, larangan, pahala dan ancaman tersebut disebut sebagai tingkatan Tarekat. Proses dari TIDAK TAHU menjadi MENGERTI inilah yang disebut sebagai penge-TAHU-an bagi umat Islam sebagai landasan dasarnya. Sampai tingkat ini disebut sebagai Muslim yang tingkat keimanannya sebagai “Ilmul Yaqin”. Tidak dibutuhkan sebuah proses pembelajaran yang panjang untuk mencapai tingkat pengertian, cukup bermodal penurut (Taat) dan mau belajar, mungkin ditambah dengan proses doktrin dari seseorang atau sesuatu yang berpengaruh dilingkungannya, maka umat Islam akan menjadi mengerti.
Pola peniruan ibadah dan taat terhadap tokoh agama yang dipercayanya untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya adalah ciri-ciri umat muslim yang berada pada tingkatan Syariat dan Tarekat. Doktrin tentang surga-neraka, pahala-dosa dalam kaitannya dengan perjalanan ibadah mereka, ini adalah umat Muslim yang berpikir Syariat, termasuk didalamnya adalah manusia yang belum akil Baliq yaitu  anak-anak kecil. Oleh sebab itu Muslim yang berada pada tingkat keimanan ini banyak dipengaruhi dan tergantung dari tokoh pemimpin agamanya. Jika pemimpinnya baik dan lurus, maka luruslah umatnya. Sedangkan jika pemimpinnya sesat, maka sesatlah umatnya. Jadi tangungjawab sebagai tokoh pemimpin agama/ahli kitab sangat riskan, tidak mudah dan penuh amanah dunia dan akhirat.
Tingkatan dasar dari Syariat dan Tarekat ini dibutuhkan pada masyarakat yang masih berkembang. Tingkatan ini dibutuhkan pula oleh orang-orang yang baru belajar Islam dan anak-anak tentunya. Seperti halnya manusia yang baru pertama masuk sekolah, diperlukan ketaatan dan patuh pada gurunya untuk memulai pelajarannya. Dibutuhkan doktrin-doktrin dahulu seperti disiplin, rajin belajar, tidak melawan pada guru dan lain sebagainya, sebagai landasan dasar manusia untuk mulai belajar membuka mata dan mata hatinya.
Ciri-ciri umat Muslim yang berpikir syariat dan Tarekat misalnya adalah, Mengapa Shalat harus sujud dan bagaimana melakukan sujud yang benar? Maka jawabanya mereka adalah, Itu sesuai dengan perintah AlQuran dan Hadist dengan tauladan Nabi Muhammad SAW. Jadi jika anda menemukan Islam yang diistilahkan sebagai Islam KTP atau abangan, adalah menunjuk pada umat Islam yang berada pada tingkatan ini dan yang tidak mengetahui dan hanya menjalankan sekedar syariat dan tarekatnya dengan benar. Artinya tingkatan ini baru mengajarkan pada pengertian akan kebenaran ajaran dan tatacara ibadah/ritualnya saja. Pada tingkatan inilah, sebagai manusia biasa banyak yang merasa sudah tahu, padahal belum mengerti apalagi memahami. Sehingga perpecahan aliran penafsiran dan tarekatnya sering terjadi pada umat Islam pada tingkatan ini. Ini semua karena Ego manusia (Ingin merasa paling benar).
Bagi umat Islam, Orang yang mengaku sebagai penganut Kepercayaan atau mungkin juga Atheis adalah orang-orang yang berada pada tingkatan ini sekadar baru mau “Percaya”. Mungkin lingkungan keluarganya yang melahirkannya dengan agama tertentu tidak memberikan pengetahuan dasar. Sehingga anak tersebut lebih banyak mendapat informasi dari luar daripada keluarganya. Dan jika umat Kristen memahami Imannya sebagai bentuk rasa Percaya dahulu, maka umat Islam mengganggap bahwa Umat Kristen adalah orang-orang yang baru sebatas terdoktrinisasi oleh Gerejanya. Karena Proses antara Mengerti dan memahami dalam pemahaman umat Islam adalah baru sekedar rasa PERCAYA.
Sebagai contoh, umat Islam percaya bahwa Nabi Isa (Yesus menurut Kristen) hadir dengan membawa Alkitab Injil. Tapi dengan pengetahuan dasarnya, umat Islam tidak akan pernah bisa mengerti, memahami apalagi meyakini tentang apa yang ada dalam ayat-ayat Alkitab Injil sekarang ini. Berdasarkan pendidikan umum di Indonesia saja, kita sudah diajarkan hal-hal yang logis dan rasional. Sehingga pada saat membaca Alkitab Injil yang banyak kontradiksi dan mengandung hal-hal yang tidak rasional, maka umat Islam yang berada pada pendidikan umumpun akan sulit menerimanya, apalagi yang belajar di Pesantren.
Setelah umat Islam menjalankan syariat dan tarekatnya dengan baik, maka proses penyempurnaan ibadah itu sendiri terus berlansung. Dimana Orang yang ingin menyempurnakan ibadahnya mulai masuk dalam proses dari MENGERTI sampai menjadi MEMAHAMI. Proses ini adalah proses berpikir pada tingkatan Hakekat. Dimana dalam tingkatan ini pembelajarannya tidak semata-mata hanya sekedar ritual ibadahnya saja, melainkan lebih pada hukum alam dan maknanya, Apa makna yang terkandung dalam ibadah itu sendiri? Proses ini akan melalui yang namanya tingkat “Percaya/Kepercayaan” sebagai landasannya. Pada tingkat ini kesadaran dan kepercayaan diri sendiri terhadap hal-hal yang yang bersifat rohani mulai dimengerti dan dipahami.
Pada tingkat ini kepercayaan umat Islam kepada agamanya sebagai hukum penuntun kehidupan pribadi, berkeluarga dan bermasyarakat mulai dipahami dan disadari oleh kepercayaan pribadi. Kritisi-kritisi terhadap agama mulai terjadi pada tingkatan ini. Bukan atas dasar doktrin/dogma manusia lainnya. Hasil-hasil perbuatannya atas dasar tuntunan AlQuran dipahami mengandung nilai-nilai kebenaran. Tingkatan Keimanan ini dinamakan juga Keimanan “Ainul Yaqin”.  Untuk mencapai tingkatan ini tidaklah seseorang langsung dari yang tidak tahu kemudian langsung mengkritisi. Butuh pengetahuan dasar seperti pada tingkatan Ilmul Yaqin. Seseorang harus membuka diri dan membuka hatinya unutk belajar hal mendasar terlebih dahulu, kemudian baru masuk kedalam tingkatan kristisi ini. Maka hasilnya adalah dari olah pikir yang sempurna dan pengalaman syariat/tarekatnya atau tidak sekedar asal kritik dan berdebat. Jika kita menggunakan bahasa ilmiah, kritik dan debat yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
Sama seperti contoh diatas, jika kita ajukan pertanyaan kepada yang berada pada tingkatan Hakikat, Mengapa Shalat harus sujud? Selain jawaban syariat diatas, maka orang yang berada tingkatan Hakekat akan menceritakan dan menjelaskan apa “makna simbolisme” dari sujud. Dimulai dari makna menundukan kepala sampai menyentuh tanah, makna mensejajarkan kepala dengan kaki, makna sejarah shalat itu sendiri dan makna pengalaman spiritualnya. Artinya pada tingkatan ini umat Islam akan belajar Ilmu Pengetahuan dan mempercayainya sebagai bentuk ajaran kebenaran.
“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (Al Furqan 25;3)
“Inikah Tanda-tanda Kebesaran (Keberadaan) Allah?”
Semoga Hidayah Kebenaran Islam dari Allah SWT selalu bersama Anda.
Dan jika ada kesalahan tulisan..itu kesalahan saya sebagai Manusia Biasa.
“Katakanlah: "Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudharatan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat". (Saba 34;50)
May Allah Bless Us/You (MABU)!!!

Bersambung Ke...JILID 24 Hal 160-165

1 komentar:

  1. Assalamualaikum, Kak. kami mohon segenap keikhlasan utuk memberi komentar berupa kritik, saran dsb di postingan kami yang berkaitan dgn "School Contest V", melihat Kakak (Anda) pandai dalam menulis. tampak pada postingan Kakak (Anda) luar biasa. mohon bantuan dan dukungan, terima kasih. www.siteislami.co.cc ^^

    BalasHapus