ARTIKEL GILAMOLOGI

Assalamulaikum Wr.Wb… اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

BERAT/MASSA MATERI (ZAT/SEL) ALAM SEMESTA SELALU SAMA?

(Gilamologi Sebuah Kajian Alternatif Filsafat Bebas)

By: Filsuf Gila

Bismillahhirohmanirohim… بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya,”

(Al Hajr 22;8)

"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?"

(Al Anbiyaa 21;10)

“Ini lah (Qur’an) pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang sungguh-sungguh meyakininya."

(Al-Jathiya 45: 20)

“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”

(Injil 1 Tesalonika. 5:21)

“Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu laku-kan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun menguranginya.” (Ulangan 12:32)

ISLAM AJARAN TAUHID

ISLAM AJARAN TAUHID
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Al Ikhlas 112;1-4)

Rabu, 23 Februari 2011

Metode Kajian Kitab Suci (JILID 3 Hal : 12- 20)

Metode Kajian Kitab Suci
Pertanyaan ilmiah dan kritisi subjektif  itu sendiri ternyata terjawab semua oleh Al-Quran, malah sebelum saya konfirmasi dengan Ulama (Ahli Kitab). Bagaimana hal itu bisa terjawab? Alquran memberikan keyakinan kepada saya bahwa :
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mu'jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” (An Nisaa 4;174-175)
Menurut pengamatan saya ternyata ada beberapa metode pengujian ilmiah terhadap Kitab Suci tersebut, yaitu :
  1. Memahami berdasarkan Kaidah Kebahasaan dan Nilai-Nilai Estetika Bahasa. Dimana dalam memahami Kitab Suci dan pengujiannya bisa melalui pendekatan ilmu kebahasaan (Linguistik, Etimologi, Semantik, dsb), pemahaman terjemahan dan penafsiran. Cara- cara ini menurut saya adalah cara yang paling konvensional. Pendekatan tafsir secara harafiah atau pendekatan syariat, dan tarekat saja, bukan hakekat apalagi Marifat, akan menimbulkan distorsi tafsir. Kajian keilmuan tafsir memiliki syarat-syarat yang cukup banyak dalam menafsirkan bahasa Ketuhanan menjadi Bahasa Manusia, minimal harus menguasai ilmu kebahasaan/Sastra bahasa asli (Teks Asli) dari Kitab Sucinya dan bahasa yang akan diterjemahkannya (1 tahap). Tidak serta merta orang biasa dapat menafsirkan dari terjemahan Kitab Suci tersebut (2 tahap). Karena Tuhan menyampaikan Logika Ketuhanan-Nya dengan kaidah kebahasaan dari bahasa asli yang dipilih-Nya.  Seringkali orang menafsirkan dari hasil terjemahan dari bahasa aslinya (2 tahap). Malah ada tafsir dari terjemahan dari hasil terjemahan dari bahasa aslinya (3 tahap). Contoh yang 3 tahap. Kitab Suci dari Injil yang manuscriptnya berbahasa Aram atau Ibrani diterjemahkan menjadi bahasa Yunani (1 tahap). Kemudian dari bahasa Yunani diterjemahkan menjadi bahasa Inggris (2 tahap). Setelah itu diterjemahkan menjadi bahasa Indonesia (3 tahap). Barulah hasil terjemahan tahap ke-3 ini ditafsirkan oleh para ahli kitab Indonesia.Kesalahan penafsiran dari bahasa aslinya saja masih mungkin sering terjadi, apalagi yang melalui proses tahapan yang panjang. Semakin panjang tahapannya, kemungkinan terjadinya distorsi terjemahan dan distorsi tafsir menjadi semakin besar. Kesalahan itu terjadi salah satunya karena kelengkapan bahasa dari terjemahannya masih belum lengkap, ilmu pengetahuan yang masih terbatas dan keterbatasan manusia itu sendiri. Apalagi jika proses tahapan ini diselipi dengan berbagai macam kepentingan manusia. Maka tuntutan terhadap konsistensi penulisan (terjemahan maupun tafsir) khususnya pada Kitab Suci mutlak diperlukan.
    Contoh nyata dari distorsi terjemahan (revisi) pada Alkitab dengan kepentingan manusia dalam bahasa Indonesia. Dalam Alkitab Injil yang diterbitkan tahun 1968 bunyi kitab Imamat 11:7 diterjemahkan sebagai berikut  :
"Demikian juga Babi, meskipun berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu."
Sedangkan pada Alkitab Injil yang diterbitkan tahun 1979 diterjemahkan:
"Demikian juga Babi Hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu."
Perhatikan kata “Babi” pada terjemahan tahun 1968 dengan kata “Babi Hutan” pada terjemahan tahun 1979. Semua orang Indonesia tahu, jika kata “Babi” saja berarti atau ditafsirkan sebagai semua jenis/variasi Babi (umum). Sedangkan kata “Babi Hutan” adalah bagian dari variasi Babi yang bersifat khusus. Artinya tafsir ini dapat menghasilkan pengecualian terhadap variasi Babi lainnya, misalnya Babi Ternak. Jadi pada terjemahan tahun 1968 ditafsirkan “semua babi haram”. Sedangkan pada terjemahan tahun 1979 ditafsirkan “hanya Babi Hutan yang haram, sedangkan Babi lainya (termasuk Babi ternak) adalah Halal”. Satu kesalahan dari sebuah distorsi yang berada dalam buku biasa dapat dimaklumi. Tetapi jika itu terjadi pada Kitab Suci yang diklaim mengandung Kebenaran Mutlak (hukum), hal ini sulit dan tidak dapat dimaklumi begitu saja. Kecil terlihat permasalahannya, tetapi mengimplikasikan permasalahan yang besar bagi ayat tersebut dan keseluruhan Kitab Suci tersebut. Sehingga timbul pertanyaan sederhana, Apakah hal ini terjadi pada ayat lainya? Inikah campur tangan manusia terhadap Firman Tuhan? Siapa yang memiliki hak untuk merubah (revisi) sebuah Kitab Suci? Jika Kitab Suci diklaim sebagai Firman Tuhan, Apakah Manusia pantas untuk merubahnya?
“Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, lalu keterangan itu menunjukkan (kebenaran) apa yang mereka selalu mempersekutukan dengan Tuhan? Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.” (Ar Rum 30;35-36)
Walaupun pola penafsiran dengan cara ini banyak distorsinya, tidak berarti selalu salah jika digunakan oleh orang-orang yang ahli (bukan orang yang sekedar yang bisa membaca). Tapi biasanya pola penafsiran seperti ini tetap mengandung nilai-nilai Subjektif, jika tidak memiliki standar terjemahan dan tafsir. Pola pengujian dengan metode inilah yang menjadi penyebab timbulnya banyak aliran. Cara-cara ini tidak akan saya fokuskan, tetapi beberapa hasilnya akan saya kutip, karena sudah banyak tulisan dan orang-orang yang ahli dalam bidang ini.
  1. Memahami Berdasarkan Kaidah Historis.  Dimana dengan cara ini ayat-ayat Kitab Suci akan dikomparasikan atau mencoba mencari litelatur, artikel, hasil penelitian manuskrip, bukti historis (artefak, situs, dsb) dan sebagainya, berdasarkan pendekatan Sejarah. Tapi hal ini juga belum memuaskan saya, karena data historikal dan penerjemahan sejarah itu bisa saja merupakan hasil rekayasa. Walaupun tidak semuanya juga salah atau hasil rekayasa. Artinya harus ada pembuktian alat bukti historisnya secara empiris terlebih dahulu, kemudian dianalisis sebelum mencapai kesimpulan. Dalam menggunakan metode ini minimal orang harus menguasai ilmu sejarah atau yang lebih spesifik misalnya Antropologi.Cara-cara ini sering dilakukan oleh para ahli kitab atau pendakwah, tapi tanpa bukti historis dari hasil penelitian ilmiah. Cara ini juga banyak mengandung Doktrin-doktrin/ Dogma, rekayasa, bahkan propaganda dari masing-masing ahli kitab/pendakwahnya. Bahkan ada indikasi intimidasi terhadap para ilmuwan atau rekayasa terhadap bukti historis agar sesuai dengan ayat-ayat Kitab Sucinya. Salah satu contohnya adalah tekanan dari kelompok “Inquisisi” Gereja Katholik, Ordo Bait Allah dan Freemansory terhadap Ilmuwan masa lalu. Banyak bukti-bukti sejarah yang disembunyikan atau diputarbalikan faktanya. Sekarang ini seringkali bukti historis ditampilkan dalam bentuk Film yang seolah-olah menjadi bukti nyata. Jadi saya akan sedikit membatasi dengan cara-cara ini. Kecuali jika kaidah historisnya sudah ada hasil uji/kajiannya.
  1. Menggunakan Perbandingan Agama (Theologi). Dimana dengan cara ini kita membandingkan antara ayat Kitab Suci dengan ayat lain Kitab suci yang sama dan antara ayat Kitab Suci yang satu dengan ayat dari Kitab Suci yang lainnya. Perbandingan ini sangat layak dilakukan, karena masing-masing Kitab Suci sama-sama derajatnya mengandung Hukum. Tinggal kemudian kita mencari korelasi, kontradiksi dan kebenaran Mutlak (hukum) diantara keduanya tentang hukum yang diakui mengajarkan kebenaran dan kebaikan, serta diakui oleh hukum ilmu pengetahuan. Cara-cara ini membutuhkan keilmuan khusus yaitu ilmu Theologi. Cara-cara ini juga masih mengandung subjektifitas dari pelakunya. Atau bahkan menggunakan ayat-ayat yang belum teruji Ke-Maha-anNya, atau ayat-ayat yang hasil penulisan manusia (revisi/perbaikan/tidak asli).
Cara menguji gabungan poin No.1-3 ini sudah dapat dikategorikan pendekatan dengan metode pendalaman Hakekat, sudah tidak lagi sekedar Syariatnya, jika memenuhi syarat-syaratnya. Metode ini banyak dilakukan pemikir Islam seperti Ahmed Dedat. Beliau melakukan ini karena beliau sendiri seorang sarjana Theologi. Beliau melakukan penelaahan melalui Theologi dan kemampuan otodidak, dan gaya oratornya yang jenius. Dan hasil penelaahannya tersebut banyak yang menjadi acuan peneliti, pendakwah dan  ahli agama lainnya. Cara-cara ini saya hanya akan menggunakan hasilnya saja, karena saya bukan seorang Theolog. Tetapi saya akan mencoba dengan cara ini sesuai dengan tingkat pendidikan dan kemampuan ilmu pengetahuan yang saya miliki sampai sekarang.
  1. Menggunakan Pembanding Terbalik. Saya tahu dan yakin bahwa Al-Quran itu adalah sumber ilmu pengetahuan manusia. Hal ini disebabkan Alquran berisi tentang Hukum-hukum alamiah Alam semesta, bukan hanya sekedar teori. Artinya dalam metode ini metode berpikir deduktif dan induktif akan dipergunakan bersamaan, untuk melahirkan hasil yang akurat. Dalam Deduktif, Kitab suci harus dapat menjadi landasan dasar secara umum bagi hal-hal yang bersifat khusus yang sekarang diakui oleh manusia. Sedangkan dalam hal induktif, apapun yang sudah ditemukan oleh manusia sudah sepantasnya ada hukumnya secara umum dalam Kitab Suci. Dan jika kedua metode tersebut berhasil menguji hukum dalam Kitab Suci tersebut, maka Kitab Suci tersebut berhak menyandang Kitab Suci yang diturunkan oleh sesuatu yang memiliki sifat ke”Maha”an.Salah satu bentuk sumbangsih Alquran sebagai sumber ilmu pengetahuan dapat dilihat pada sejarah bangsa Arab. Kemajuan Bangsa Arab justru banyak terjadi sejak diturunkannya Al-Quran. Bangsa Arab pada waktu sebelum diturunkan Al-Quran adalah bangsa yang memiliki Kebudayaan tinggi (Bahasa salah satunya), tetapi rendah dalam moral/etika kebudayaannya dan Peradaban. Karena terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan pada waktu itu, jumlah orang yang bisa membaca saja sangat sedikit. Tetapi setelah Islam lahir, banyak Ilmu pengetahuan bangsa Arab menjadi berkembang karena bersumber dari Al-Quran dan memperkaya Kebudayaan Arab (khususnya perubahan moral/etika) dan memajukan peradabannya pula.
Tetapi saya ingin memposisikan seolah-olah sebagai orang diluar Islam, dimana saya mencoba membandingkan  hasil penelitian ilmu pengetahuan kepada Al-quran itu sendiri. Apakah Kitab Suci hanya kumpulan tulisan yang berisi tentang sekedar teori Surga dan Neraka atau pahala baik dan hukumannya (reward and punishment)? Bagaimana kaitannya antara Kitab Suci dengan manusia yang diciptakan-Nya untuk menggunakan akal budinya (ilmu pengetahuan)? Apakah Al-Quran adalah agama yang ketinggalan jaman atau membuktikan dirinya sebagai Kitab Suci segala jaman? Apakah Ilmu Pengetahuan sumber dari Kitab Suci? Atau Kitab Suci sebagai sumber Ilmu (hukum alam)? Kitab Suci mana yang dapat menjawab pertanyaan diatas? Saya ingin menguji, seperti apa yang dikatakan oleh Kitab Suci sendiri :
"Dialah Yang Awal dan Yang Akhir dan Yang Batin dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Hadiid 57; 3)
Jika memang Kitab Suci (Kitab Suci) mengandung sumber ke-Maha-an sebagai bentuk eksistensi Allah SWT (KeTuhanan), sudah sepantasnya jika Kitab Suci (Kitab Suci) tidak boleh berkontradiksi dengan ilmu pengetahuan (tidak logis), malah seharusnya mengandung hukum-hukum alam sebagai acuan dan inspirasi bagi ilmu pengetahuan, tidak berkontradiksi antar ayatnya, serta tidak mengandung inkonsistensi dalam penulisan (tidak sistematis) satu ayatpun.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”(An Nisaa 4;82)
Tetapi saya agak kesulitan dalam mengambil ayat dari Kitab Suci  lain yang dapat saya kaji sebagai sumber ilmu pengetahuan, misalnya Kitab Suci Alkitab. Apakah ini yang dimaksud dalam kutipan Matius 11;25, bahwa ilmu pengetahuan untuk orang yang bijak dan pandai akan disembunyikanNya? Mengapa Matius 11;25 berbenturan (kontradiksi)  dengan ayat Matius 22;36-38 dan ayat 1 Tesalonika. 5:21? Pada ayat ini saja saya sudah dibenturkan kepada hal yang sudah tidak memungkinkan kita untuk menganalisisnya. Bagaimana dengan ayat-ayat lainnya, apakah ada ayat yang meupakan sumber ilmu pengetahuan dalam Alkitab? Saya hanya melihat cerita sejarah dalam Alkitab, tetapi tidak dalam ilmu pengetahuan. Malah dalam ayat Kitab Kejadian yang di halaman pertama saja, saya sudah dapat berargumen secara logis karena ketidak logisan secara ilmiah ayat-ayat pada Kitab Kejadian tersebut. Mungkin nanti akan ada kajian yang mirip dengan tulisan Gilamologi ini, yang membantu untuk mengungkapkan sumber-sumber ilmu pengetahuan yang berasal dari Alkitab.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Surat an-Nahl, 125)
Metode pengujian seperti ini menurut saya adalah pengujian yang paling sedikit distorsinya dan tingkat keakuratan objektifitasnya paling tinggi, karena saya hanya menggunakan hasil penelitian ilmiah yang sudah dilakukan oleh pihak lain. Kemudian kita cari sumbernya (hukumnya) dari Kitab Suci yang mengandung ilmu pengetahuan tersebut, atau sebaliknya. Jika sesuai, maka akan dikaji berdasarkan waktunya (mana yang lebih dahulu?). sedangkan bila tidak sesuai, Apa penyebabnya?  Saya akan banyak melakukan hal ini pada Gilamologi. Jadi nanti kita dekati dengan pendekatan sejarahnya (tinggal lihat tahun ditemukannya penelitian tersebut), apakah lebih dahulu ditemukan ilmu pengetahuan tersebut atau turunnya Al-Quran? Apakah ada bentuk plagiatisme dalam penulisan dalam Kitab Suci, jika penemuan ilmiah lebih dahulu ditemukan? Kalau lebih dahulu Al-quran (Kitab Suci), maka TERBUKTI ini bukan KATA-KATA MANUSIA melainkan ALLAH. Didalam Gilamologi ini juga berisi beberapa hasil pengujian saya melalui metode ini. Salah seorang yang menggunakan hasil penelitian dan pola pendakwahaannya seperti ini adalah Dr. Zakir Naek dan Harus Yahya (Adnan Oktar). Pola Dr. Zakir Naek dan Adnan Oktar inilah yang mengunakan pola perbandingan riset pengetahuan. Perbedaan antara Dakwah Dr Zakir Naek dan Adnan Oktar adalah pada segmen audiensnya. Dr Zakir Naek lebih menekankan kajian Theologi berdasarkan ilmu pengetahuan untuk kaum yang beragama. Sedangkan Adnan Oktar lebih menekankan pada kaum Atheis yang begitu percaya dengan Kitab Suci Teori Evolusinya dengan Tuhan atau Nabi Darwin-nya.
Hal ini ditulis juga dalam Al-Quran :
“Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah.” (Al-Hajj  22:70)
      Mengapa keterangan ayat diatas kita tidak buktikan?
  1. Penggabungan Pembuktian Metode-Metode diatas.
Pengunaan metode ini membutuhkan kemampuan tingkat tinggi dan hasil yang akan dicapai akan mencapai tingkat keakuratan yang tinggi. Selain harus memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, orang-orang yang melakukan metode ini sudah dipastikan menggunakan metode pemikiran Marifat. Hasil pengamatannya dalam melihat Kitab suci, apakah terjadi inkonsistensi dan kontradiksi (seperti buatan manusia) ayat-ayat Kitab Suci yang meniadakan Kebenaran Mutlak sebagai bentuk Ke”Maha”an?
Pengujian terhadap Al-Quran, dipersilahkan dan dijelaskan sendiri oleh Al-Quran dalam ayat :
“Dan telah Kami turunkan Kitab Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu…” (Al Maa-idah 5;48)
Al-Quran membenarkan adanya kitab-kitab suci sebelumnya dan menguji kemurnian dari kitab-kitab suci itu. Dimana Kemurnian dari Kitab Suci AlQuran sendiri telah teruji selama ribuan tahun, dan ini bukan karena kehebatan manusia, tetapi sudah menjadi sebuah Mukzijat, serta tertulis pula dalam Kitab Suci:
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Suci (Al Quran) dan sesungguhnya kami tetap memeliharanya” (Al Hijr 15;9)
Bagi setiap ajaran (agama/keyakinan), sungguh nyatalah perbedaan dalam mencapai tingkat (proses) keimanannya. Dalam Islam, proses keimanan didapatkan dari proses belajar (membaca dan diskusi), proses berpikir dan perbuatan (pengalaman religius) yang akan diwujudkan dalam bentuk keimanan dan ketaqwaan, serta menjadi manusia yang Ihsan adalah tujuan akhirnya. Mencari Kebenaran memang tidak mudah, tetapi hidup tanpa Kebenaran lebih sulit lagi. Dengan tegas AlQuran menegaskan bagi orang-orang yang ingin memahami tentang Keimanan sebagai sebuah proses pembelajaran, bahwa :
“dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur'an itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Al hajj 22;54)
“Inikah Tanda-tanda Kebesaran (Keberadaan) Allah?”
Semoga Hidayah Kebenaran Islam dari Allah SWT selalu bersama Anda.
Dan jika ada kesalahan tulisan..itu kesalahan saya sebagai Manusia Biasa.
“Katakanlah: "Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudharatan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat". (Saba 34;50)
May Allah Bless Us/You (MABU)!!!

Bersambung ke-...JILID 4 Hal 20 -  26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar